Bali for Kendeng

Nguripi Kendeng di Kendeng Berdendang_Rumah Sanur_Bali
Suasana lapak karya donasi Nguripi Kendeng dalam konsser solidaritas Kendeng Berdendang di Rumah Sanur, Bali. (photo: doc nguripi kendeng)

Nguripi Kendeng Bali (Sambung Seduluran Njogo Panguripan) “Ini nyegara gunung. Di Kendeng menyelamatkam gunung, di Bali, menyelamatkan lautnya. Disini kami bersolidaritas saling mendukung dan saling menguatkan,” – Wayan Gendo Suardana

Kabar “Kendeng Berdendang” dari solidaritas sedulur Bali berupa pagelaran seni budaya sekaligus aksi penggalangan dana untuk membantu perjuangan petani di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah sebetulnya sudah kami dengar jauh hari sebelumnya paska batalnya kehadiran band Superman Is Dead beserta kawan-kawan For Bali bersilahturahmi ke Kendeng untuk turut menyemangati warga secara langsung dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mempertahankan lahan penghidupannya dari investor rakus; Pabrik Semen. Tapi sebelum bertolak ke arah timur menuju pulau Dewata dengan menempuh jarak 650 km melalui jalur darat kami masih harus berpacu dengan waktu yang hanya tersisa berapa jam saja untuk mempersiapkan semua piranti yang hendak dibawa. Perjalanan selama 18 jam dengan mobil sewaan dan tentu saja logistik serta bahan bakar hasil dari patungan itu pun sedikit terasa lega dimana semua angan dan hasrat perlawanan untuk saling menguatkan antara isu Bali Tolak Reklamasi dan Kendeng Tolak Pabrik Semen yang selama ini hanya sebatas dukungan melalui postingan di sosial media selama 4 tahun akhirnya terbayarkan juga meskipun harus ngalor ngidul, ngetan ngulon dulu. Dan seiring itu pula lah sebuah karya cukil seorang kawan dari komunitas Akar Merdeka Blora, terukir menjadi saksi sepanjang perjalanan menuju Bali. Karya cukil Leak Barong yang sedang mencengkram alat berat / keruk dengan gigi tajamnya tersebut seperti hendak menggambarkan kuatnya perlawanan rakyat Bali dalam memperjuangkan tanah kelahirannya demi masa depan anak cucu kelak. Semua terwujud dalam sinergi pada Jumat malam di Rumah Sanur dengan antusias pengunjung yang turut datang bersolidaritas dan para pengisi acara. Salam Kendeng, Lestari..dan Salam Tolak Reklamasi..terdengar keras dari mikropon sang duo MC malam itu seolah-seolah hendak merubah ruangan sederhana seperti aksi lautan massa. Aktivitas donasi Rp 20 ribu dengan sablon di kaos yang dibawa sendiri ini menjadi perjumpaan awal yang menarik bagi mereka yang belum mengetahui apa yang diperjuangkan di pegunungan Kendeng, Jawa Tengah ini. Sebuah spanduk besar dengan teks “Nguripi Kendeng” ini menarik perhatian pengunjung dalam malam solidaritas Kendeng Berdendang di Rumah Sanur, Denpasar, Bali, Jumat (2/06/2017) kemarin. Kaos leak khas Bali itu melengkapi gambar-gambar lain yang dibuat dengan semangat solidaritas mendukung para petani Kendeng menyelamatkan sumber air bersih dan lahan pertaniannya dari usaha penambangan bahan baku semen ini. Misalnya desain Petani adalah Soko Guru Kehidupan dengan gambar perempuan petani dan alat keruk. Ada yang verbal “Selamatkan Kendeng. Sambung Seduluran Njogo Panguripan.” Lainnya, “Nguripi Kendeng. Tolak Pabrik Semen!” Selain donasi barter sablon kaos, pelaksana fundraising juga mengajak warga donasi melalui tiket masuk Rp. 25 ribu per orang. Jumlah donasi yang dikumpulkan malam itu Rp 10.615.000. Beberapa jam yang tak sekadar mengumpulkan donasi bagi perjuangan petani Kendeng. Juga diskusi dan bentuk penyadaran bagaimana kerja keras pejuang lingkungan di Indonesia. (www.mongabay.co.id Musisi Bali Nguripi Sumber Air dan Pertanian Kendeng Melalui Kendeng Berdendang) http://www.mongabay.co.id/2017/06/07/musisi-bali-nguripi-sumber-air-dan-pertanian-kendeng-melalui-kendeng-berdendang/

Nguripi Kendeng_Kendeng Berdendang Bali 2017
Penyerahan donasi yang diberikan langsung kepada Gunritno perwakilan petani kendeng dan selaku kordinator JM-PPK (Jaringan Masyaarakat Peduli Pegunungan Kendeng)

Bali adalah kota ke 14 yang kami kunjungi sepanjang tour sablon Nguripi Kendeng 2017. Acara Kendeng Berdendang pun sukses berjalan sesuai harapan. Tapi tidak selesai sampai disitu saja, karena pada tanggal 5 Juni Nguripi Kendeng akan kembali terlibat dalam agenda peringatan ulang tahun WALHI Bali ke 21 yang bertepatan juga pada Hari Lingkungan Hidup 2017 dan sekaligus tour band duo Grindcore, Cathater dari Amerika. Berdasarkan kesepakatan sebelumnya dari seorang kawan, untuk mencukupi kebutuhan akomodasi selama di Bali, akhirnya disela-sela itu kami dibantu untuk dibuatkan acara sederhana berupa gelar karya dan workshop cukil serta sablon donasi di perkarangan samping kantor WALHI Bali yang satu atap juga dengan Denpasar Kolektif. Pada momen ini juga saya banyak menjumpai siapa saja individu-individu dibalik aktifnya scene HC/Punk dan sekelumit pengorganiran sel-sel pergerakan akar rumput di Bali pada umumnya. Mereka tidak sekedar ada, melainkan juga meyakini dengan berkontribusi di komunitas lah basis ekonomi dan ruang-ruang alternatif mampu menjadi bekal untuk survive secara mandiri. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan ratusan karya dari berbagai komunitas yang terpajang sedikit semrawut (saking banyaknya) pada ruangan depan tepat satu langkah dari pintu utama. Ya, mulai rilisan kaset+cd, patch, zine, kaos band, poster propaganda dan tentu saja beragam tumpukan atribut Bali Tolak Reklamasi, tidak lupa koleksi mainan tokoh karakter film dan game dari salah satu personil Ugly Bastards pun turut menghiasi almari display Denpasar Kolektif. Disini juga saya mendapati cerita kalau kaos Bali Tolak Reklamasi yang di desain oleh Mas Alit Ambara dari Nobodycorps https://posteraksi.org/balitolakreklamasi-download/ sudah terjual lebih dari 15.000 pcs (Lima Belas Ribu) dari cerita tersebut saya langsung terdiam sejenak sambil komat-kamit membayangkan jika perhitungan data dimulai dari kasus semen Rembang 2014 sampai sekarang. Lapak sablon Nguripi Kendeng yang pernah dilakukan 3 hari berturut-turut di tenda perjuangan Rembang terhitung sebanyak 1.135 pcs kaos, jadi ada berapa kaos sampai sekarang yang sudah tersablon desain Tolak Pabrik Semen yang dibuat oleh kolaborasi antara artis poster propaganda, Jesus Barraza dan Melanie Cervante’s dari Dignidad Rebelde https://dignidadrebelde.com/?p=2242 , Amerika dengan materi gambar hasil jepretan dari Fotografer Jurnalistik asal Austria, Helena Lea, yang awal 2013 menyempatkan diri berkunjung ke Kendeng mencari bahan riset dan laporan sebuah majalah yang memang konsen di pergerakan sosial budaya khususnya di Asea Tenggara, dan perjuangan masyarakat Kendeng adalah salah satu yang menurutnya patut untuk diberitakan dalam kancah internasional. (Kampanyekan Tolak Pabrik Semen Melalui Kaus, Koran Jawa Pos, 5/9/2014)

Roemah Goegah Kliping Koran Jawa Pos 1_Lapak Sablon Solidaritas Selamatkan Pegunungan Kendeng 2014
Roemah Goegah Kliping Koran Jawa Pos Lapak Sablon Solidaritas Selamatkan Pegunungan Kendeng 2014

Oke, saatnya untuk refreshing sejenak. Tanpa basa-basi pagi itu kami langsung bergegas meninggalkan segala aktifitas sablon menyablon. Ajakan seorang kawan mengunjungi kawasan wisata Gunung Payung adalah destinasi bonus dari kampanye Solidaritas Kendeng Lestari di Bali. Ditengah perjalanan melewati TOL tengah laut, sontak seorang kawan menunjuk keluar ke arah kanan kaca mobil sambil berkata, disana juga deretan Teluk Benoa yang hendak di urug dan ditimbun, terlihat mencolok warna hitam kecoklatan yang sangat berbeda dengan biru hamparan laut disekitarnya. Sampainya ke lokasi dengan membayar tiket tanda masuk Rp. 4000;/orang, bagi kami sangatlah murah, hitung saja kalian harus membayar berapa untuk nge-Gym membakar lemak dan kalori selama 30 menit ? Dengan rute menuju pantai Gunung Payung ini kalian cukup dengan 4000 ribu saja kami dapat menikmati keindahan pantai yang menurutku masih sangat asri dan tentu saja dilengkapi fasilitas program penurunan berat badan gratis berupa jalan kaki sejauh 4 km menapaki ribuan anak tangga selama pulang pergi. Dibawah terik matahari pantai ini juga seorang kawan berbagi cerita mengenai capaian sebuah pengalamannya dari kerja keras membangun basis ekonomi hingga mampu membeli tanah untuk dibangun rumah hasil menabung dari benefit penggandaan fanzine / majalah yang memang fokus mengakomodir karya gambar para artis illustrator lintas daerah, tentu saja ditunjang dengan penjualan merchandise. Cerita panjang lebar itu pun terlintas sedikit agenda terakhir Penahitam Chapter Bali dengan rangkaian pemutaran film dokumenter karya Matthieu Canaguiers seputar scene Black Metal di Nusantara khususnya daerah Jawa timur yang konon masih sangat kental mengusung aliran kepercayaan Jawa (Kejawen). Seingatku band Sacrifice asal Sidoarjo adalah salah satu unit Black Metal Tradisional yang sering disebut dalam cerita seorang kawan saat itu, kelompok musisi yang banyak terinspirasi dari mitologi lokal dan Kerajaan prakolonial Mataram ini mengisahkan legenda perperangan para prajurit Jawa kuno terhadap tentara Norse Viking, kalau gak salah dengar atas ketidak sepemahaman terhadap alur cerita babad tanah Mataram, sang vokalis membuat karya yang melawan arus namun dalam versi dan dimensi dunia lain.
Tidak terasa matahari pun mulai perlahan turun, karena tidak ada jasa GOJEK jadi kami pun kembali berjalan kaki untuk sampai ke parkiran. Genap memasuki puasa di hari ke tujuh kami bersepakat untuk mampir terlebih dahulu ke rumah sekaligus tempat workshop sablon seorang kawan rantau dari Yogyakarta yang sudah cukup lama domisili di Bali. Menu ayam dan ikan kremes pun menjadi santapan berbuka bersama sembari cerita dan bernostalgia mencicipi permentasi tradisional khas Karang Asem bareng 2 / 3 teguk. Tak disangka kuatnya peran sosial media dan cerita dari lintas pertemanan, kabar perlawanan dulur Kendeng atas kasus pabrik semen seketika membuat tuan rumah angkat bicara sembari membagikan masing-masing dari kami beberapa hasil karya otentik berupa kaos dan sticker yang khas dengan bubuhan teks; “Berkarya atau Lapar” pada tiap karya yang dibuat seperti ada sebuah pesan tersembunyi yang hendak disampaikan, layaknya makhluk tuhan yang bernyawa diwajibkan kita untuk menggunakan akal dan pikiran sebagaimana mestinya. Alhamdulilah rejeki anak soleh, gue kebagian kaos dan kemeja. Karena masih ada sedikit tanggungan buat persiapan acara dirgahayu 21th WALHI Bali, kami terpakasa berpamitan untuk kembali ke basecamp di Jalan Dewi Madri. Setelah semua piranti siap dibawa, kami masih ada waktu semalam untuk beristirahat mengembalikan stamina.

Nguripi Kendeng bersama sedulur Bali
Sedulur tunggal tinemu (Walhi Bali)

Seperti tertulis di rundown acara pada poster, setibanya kami di Taman Baca Kesiman kurang lebih pukul 4 sore masih terdengar diskusi bersama kelompok tani Manik Mas, Desa Babahan Tabanan Bali. Berbagi cerita mengenai bagaimana mempertahankan tradisi menggarap lahan dengan pupuk organik, dan yang unik mereka masih menjaga tradisi leluhur disaat musim panen tiba, dengan melakukan upacara adat Ngusabha Sri sebagai ucapan terimakasih anugrah yang diberikan oleh Dewi Sri dan Dewa Wisnu. Tidak itu saja, hasil panen beras merah yang mereka produksi dan bandrol dengan harga Rp. 24.000/kg tersebut dikelola secara mandiri tanpa campur tangan tengkulak, didistribusikan antar kelompok tani dan dibantu oleh kawan-kawan WALHI Bali. Seusai diskusi, saatnya rombongan berpenampilan rocker yang kemana-kemana bukan membawa alat musik melainkan piranti sablon untuk segera tampil mempersiapkan segala tetek bengek propaganda Nguripi Kendeng hari terakhir selama di Bali. Tepat di seberang mural bergambar sastrawan kenamaan asal Blora itu lah segala aktifitas kampanye Kendeng digerakan bersama lapak dari dulur-dulur Bali lainnya yang turut memeriahkan peringatan 21 tahun WALHI Bali malam itu. Mulai dari sablon kaos, pasang poster, tradisi menginjak-injak sablon cukil, hingga menjelaskan maksud instalasi seni dipasung semen terhadap pengunjung dari mancanegara dan disaksikan pula oleh kameramen JRX TV yang penasaran menanyakan apa fungsi dari box cor kaki yang sengaja kami bawa dari Kendeng untuk dipajang ditiap kota yang kami singgahi dengan maksud agar sejauh mana pergerakan ini diketahui oleh banyak orang. Kampanye Nguripi Kendeng hanyalah bagian kecil, kedatangan kami jauh-jauh dari Jawa Tengah bukanlah sebatas sablon kaos semata, melainkan turut ambil bagian bersama warga adalah bukti atas keterlibatan kami secara serius, seperti aksi berjalan telanjang kaki sepanjang 122 kilometer dari Pati menuju Semarang untuk mengawal putusan PTUN ( 2015). Yang terkini dan berulang dikerjakan adalah aksi Dipasung Semen 2 di depan Istana Merdeka Jakarta selama 10 hari dengan 60 peserta aksi cor kaki, semua dilakukan sebagai bentuk pemasungan hak oleh kepentingan pabrik semen.

Terdengar dari kejauhan raungan sound ceck gitar dan salam pembuka dari atas panggung mulai berkumandang, penonton yang datang dengan support berdonasi 20rb/orang pun terlihat berderak merapat, pertanda pagelaran musik segera dimulai. Dengan dibantu beberapa kawan, 5 Power Ranger dari Gunung Kendeng pun mulai improvisasi berbagi tugas, mulai dari yang jaga lapakan, menyablon kaos, workshop cukil, dokumentasi panggung, dan pengunggah berita ke sosial media sambil nyemil nasi “jinggo”. Ramainya pengunjung membuat saya tak banyak mengikuti venue panggung musik, sesaat terdengar sang MC mulai memanggil dan mempersilahkan sebuah kolektif protes yang sementara ini hanya mampu saya dengar melalui rilisan audio dan Youtube itu pun mengawali orasi singkat dari salah satu personil yang saya kenal sedari jaman Friendster melalui media Instruktif Zine, akhirnya berkesempatan berjumpa dan melihat aksi mereka di atas panggung secara langsung adalah sebuah moment yang sangat sayang untuk ditinggalkan. Oke, matikan kamera, lepaskan kaca mata, hail..saatnya stage diving The Lost Paradise, Ugly Bastard! Dilanjut dengan tampilan dari Jerinx Superman Is Dead yang terlihat sedikit kurang maksimal akibat selain masih dalam penyembuhan setelah sakit ditambah malam sebelumnya doi habis menyanyikan 18-20an lagu milik Mike Ness dalam tribute to Social Distortion bersama Deviledice, tapi overall tembang milik Jon Tobing yang dengan sengaja dinyanyikan malam itu mampu membangkitkan darah juang para penonton untuk tetap bersorak dengan mengepalkan tangan kiri ke udara. Sampling boombox dan feedback mulai mencuri perhatian diantara pinggang yang mulai terasa nyeri, menyalak menghentak bersahutan, ya dalam benak langsung terlintas memoar cover sang penggali kubur dengan cangkul yang dipikul itu muncul bak bunga bermekaran, seperti bibit-bibit perlawanan yang tertanam dibawah tanah skena HC/Punk, sekelompok Hip Hop lintas generasi yang menamakan dirinya M.O.T.B. turut ambil bagian dalam barisan resistansi rakyat Bali.

Nguripi Kendeng di Ultah 21 WALHI Bali_Taman Baca Kesiman_Bali
Nguripi Kendeng bersama musisi For Bali dalam Ultah WALHI Bali ke 21 di Taman Baca Kesiman, Bali (photo: doc nguripi kendeng)

Silih berganti pengisi acara terus menyampaikan pesan dan ucapan selamat terhadap semua jajaran WALHI Bali disela-sela orasi tiap musisi, hingga tiba saatnya simbolisasi ritual potong tumpeng yang dipimpin oleh direktur WALHI dan disaksikan oleh perwakilan tiap organ yang selama ini saling bahu-membahu menyuarakan penyelamatan Teluk Benoa termasuk sedulur Kendeng ikut menjadi saksi. Seperti orasi dari vokalis band punk veteran Criminal Asshole yang hadir dan mendukung perhelatan malam itu, turut menyatakan sikap penolakannya dengan tegas, “ya umur 21 tahun itu ibarat anak muda adalah dimana ia sedang mengalami masa rebel-rebelnya” dengan ini semoga sejarah yang pernah diukir oleh para pejuang pendahulu di tanah Bali tetap dikenang dan abadi, seperti ungkapan Bli Wayan Gendo Suardana dalam perbincangan panjang kami bertiga (sambil berdiri) bersama Bli Jerinx dimana ia menjabarkan pengalaman advokasi dalam pergerakan Bali Tolak Reklamasi ini adalah perjuangan rakyat Bali yang terbesar sepanjang sejarah selama seabad terakhir. Begitupun dengan di Kendeng, ini nyegara gunung, di Kendeng menyelamatkam gunung, di Bali, menyelamatkan lautnya. Disini kami bersolidaritas saling mendukung dan saling menguatkan. Ya hal tersebut bisa dibuktikan dengan peristiwa perang Puputan dimana semua lapisan masyarakat Bali bersatu mengusir penjajahan kolonial Belanda. Puputan adalah tradisi masyarakat di Bali, berupa tindakan perlawanan bersenjata habis-habisan sampai mati demi kehormatan tanah air. Istilah ini berasal dari kata bahasa Bali “puput” yang artinya “tanggal” / “putus” / “habis / “mati”. Puputan berarti perang sampai mati, dan wajib berlaku untuk seluruh warga yang ada dari semua kasta sebagai bentuk perlawanan, termasuk mengorbankan jiwa dan raga sampai titik darah penghabisan. Dalam kesempatan itu pula saya menyahut, seperti spirit yang terbangun dalam gelora jiwa muda para pejuang di Kendeng pun tak terelakan adanya pengaruh para pembuat sejarah sebelumnya, seperti sosok Kartini, Samin Surosentiko hingga mendiang bung Pramoedya akan terus melekat dalam ruh perjalanan panjang perjuangan sedulur Kendeng. Semua pernah tercatat, tersurat, dan tersirat bahwa orang besar pun nantinya akan tergilas waktu, kecuali jika mereka menulis. Tulislah sejarah kalian, Majapahit tidak akan dikenang sampai sekarang jika bukan karena kebesarannya, Alexander Agung tidak akan diingat-ingat jika bukan karena kegigihannya, nama Bung Tomo tidak akan tercetak di buku-buku sekolah jika bukan karena perjuangannya. Bagaimana dengan kalian? Apakah kalian mau dilupakan waktu? Mengapa kalian hanya mempelajari sejarah orang lain, tapi tak bisa membuat sejarah kalian sendiri.
Hasil donasi dari lapak sablon Nguripi Kendeng selama di Bali
Kendeng Berdendang di Rumah Sanur, 2 Juni 2017
Lapak Kaos Solidaritas = Rp. 7.200.000;
Lapak sablon/cukil = Rp. 823.000;
Santai Bersama di Basecamp WALHI, 3 Juni 2017
Lapak sablon/cukil kaos & poster = Rp. 540.000;
21th WALHI Bali di Taman Baca Kesiman, 5 Juni 2017
Lapak Kaos Solidaritas = Rp. 2.400.000;
Lapak sablon/cukil = Rp. 678.000;

Total donasi yang terkumpul = Rp. 11.641.000 (Sebelas Juta Enam Ratus Empat Puluh Satu Ribu Rupiah)

Nguripi Kendeng bukan hanya masalah tour seni budaya, urusan cetak-mencetak kaos dan menghitung donasi semata. Ini juga bukan hanya bicara soal teritorial Kendeng atau Jawa dan Bali saja. Karena Kendeng hanyalah simbol; dan itu adalah kita semua: Kita yang diperlakukan tidak adil di negeri ini, kita yang dilumpuhkan ingatannya atas pemberangusan sejarah dan peradaban, kita yang dirampas ruang hidupnya, kita yang dicerabut kebebasannya, kita yang dikekang kemerdekaannya, kita yang selalu dipinggirkan, kita semua yang dikriminalisasi, kita semua yang dikuras sumber daya alamnya, kita semua yang dijejali kaidah moral, umum dan undang-undang yang mereka sendiri tidak melakukan, kita semua yang dikorup, kita semua yang dibodohi oleh rezim kekuasaan. Ini adalah sentilan bagi yang bisa merasakan. Kalau dari Pati saja bisa bergerak dan menggerakkan, logikanya dari daerah lain pun bisa. Sekarang sudah sama mengertinya, jadi sepertinya tidak harus menunggu dibangunkan dan diingatkan. Atas nama kesadaran, bangun dan bergeraklah untuk memperindah alam semesta seisinya dengan kreatif melawan dan melestarikan diri dan bumi pertiwi. Karena lapak sablon Nguripi Kendeng ini hanyalah satu dari sekian strategi aksi sedulur Kendeng selama kurun waktu 12 tahun. Mereka terus belajar, bergerak dan melakukan perlawanan disetiap sekat dan celah sempit dengan bermodalkan skill kreatifitas yang sepenuhnya ditunjang rasa seduluran, terbentuk tak lebih dari seujung kuku perjalanan panjang atas kegigihan para petani di Pegunungan Kendeng. Mereka bergerak dimana sebagian rasa memilih kompromi berdiam diri, ia hanya sekumpulan pemuda yang sedang mengumpulkan serpihan tulang, menyambung persaudaraan, menjaga ruang penghidupan yang dihilangkan, dan ia akan terus memantik dikala nyala api mulai meredup setelah sekian kali di injak dan di khianati keadilan di penghujung senja.
Pesan: Cerita panjang yang acakadul ini saya tulis sepulang dari Bali dengan ekstra terburu-buru, sembari menyiapkan piranti aksi untuk Ibu-ibu Kendeng yang hendak melakukan audiensi ke kediaman Megawati tempo hari dan disela-sela ritual harian, jaga warung pempek ditambah mengerjakan beberapa pesanan sablonan kaos yang sempat terbengkalai ditinggal selama sepekan di Bali termasuk pesanan kaos Rembang Melawan (Black Flag) Rise Above atas nama Ary Astina.
Terimakasih sudah membaca sampai selesai. Terimakasih untuk semua bantuan kawan-kawan selama Nguripi Kendeng di Bali, baik perihal teknis dan dukungan moral kalian adalah spirit kami untuk terus belajar. Maju terus perjuangan Rakyat Bali dan Sedulur Kendeng. Tolak Reklamasi Teluk Benoa! Tolak Pabrik Semen di Jawa! Panjang Umur Nasi Jinggo!

Pati, 17 Juni 2017
Saudaramu,
Attakk

BALI FOR KENDENG SOLIDARITY_POSTER
Poster Bali For Kendeng

#BaliTolakReklamasi
#BaliForKendeng
#TolakPabrikSemen
#NguripiKendeng

Leave a comment